Menjawab Diferensiasi dalam Inklusi dengan Peer Tutoring.
Sekolahtumbuh.sch.id - 25 September 2025 13:00 - Pavita Kirana Dewi
Awal
SMA Tumbuh merupakan sekolah yang memiliki tiga pilar, salah satunya adalah Inklusif. Di Sekolah Tumbuh, inklusif memiliki makna menerima keberagaman, baik dari kemampuan anak, latar belakang keluarga, agama, etnis, budaya, pendidikan, maupun ekonomi. Menurut saya, pilar inklusif ini menjadikan sekolah tempat yang mampu memfasilitasi kebutuhan siswa yang beragam dan memiliki keberpihakan terhadap tumbuh kembang siswa, karena setiap siswa memiliki potensinya masing-masing.
Saya ingin sedikit bercerita untuk menggambarkan keberagaman dan inklusivitas yang ada di Sekolah Tumbuh. Siswa di SMA Tumbuh terdiri dari teman-teman yang memiliki keistimewaan masing-masing, yang artinya memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Di setiap kelas memiliki beberapa siswa istimewa. Ada yang memiliki kebutuhan secara intelektual, di mana penyerapan materi mereka berbeda dengan teman-temannya yang lain, dan ada juga yang memiliki kebutuhan pada fisik dan geraknya, di mana kemampuan gerak mereka memiliki hambatan yang beragam. Kebutuhan siswa ini perlu difasilitasi oleh sekolah.
Melalui Inklusif saya ingin memastikan setiap anak memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang layak tanpa diskriminasi, serta tumbuh rasa saling menghargai dan berempati di antara peserta didik. Dengan adanya keberagaman kebutuhan tersebut, saya seorang guru seyogyanya mampu menghadirkan pembelajaran yang memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan tersebut dengan model atau pembelajaran yang sesuai. Sejalan dengan hal tersebut, dalam pembelajaran PJOK yang mempelajari gaya hidup sehat, yang membahas mengenai makanan seimbang, pola gerak aktif, dan istirahat cukup, juga memerlukan model pembelajaran yang sesuai agar tujuan pembelajaran tersampaikan.
Tantangan
Saat ini, siswa-siswi memiliki pengetahuan yang luas tentang materi pola makan sehat dan istirahat yang cukup melalui kemajuan teknologi dan informasi. Namun, kurangnya dorongan dan pengawasan dari orang dewasa membuat mereka enggan mengatur pola makan yang mereka konsumsi, yang artinya pengetahuan saja belum menjamin pola hidup sehat akan dipraktikkan.
Maraknya gawai membuat siswa sedikit bergerak. Ini merupakan tantangan besar bagi saya, seorang guru olahraga, yang memiliki tugas utama untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran melalui gerak, pada sub topik yang berkaitan dengan pola gerak aktif. Apalagi saya mengajar siswa yang inklusi (terdiri dari kondisi siswa yang beragam) yang pastinya memiliki tantangan tersendiri dibandingkan siswa reguler (siswa non-berkebutuhan). Saat mengajar, saya perlu mempertimbangkan kondisi siswa yang memiliki hambatan dan kemampuan gerak yang berbeda. Saya harus memilih model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa-siswi dan bisa mencapai tujuan serta esensi dari pendidikan olahraga.
Siswa yang inklusi tentunya memiliki variasi kemampuan dalam mempraktikkan gerak fisik dan olahraga. Perbedaan kemampuan siswa membuat pembelajaran tidak bisa disamakan. Jika pembelajaran menggunakan level yang mudah atau sedang, siswa yang memiliki kemampuan tinggi tidak akan terlayani kebutuhannya. Sebaliknya, ketika pembelajaran dibuat sulit, siswa yang kemampuannya kurang pasti akan kesulitan dan menurunkan motivasi mereka. Namun, menurut saya perbedaan ini bisa menjadi kelemahan, tetapi juga bisa menjadi kekuatan yang bisa digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran olahraga. Saya pernah belajar tentang pembelajaran berdiferensiasi dan juga Peer Tutoring. Awalnya saya masih ragu, namun saya tidak akan tahu jika tidak mencoba.
Aksi
Setelah mengikuti kegiatan NPET, muncul beberapa ide pembelajaran yang saya harap bisa membantu siswa untuk menerapkan gaya hidup sehat. Untuk sub materi Pola makan sehat dan seimbang, saya membuat daftar menu makan masing-masing siswa. Saya memanfaatkan G-Form yang dibuat untuk siswa mengisi menu makan harian mereka selama satu minggu. Dari hasil pengisian G-Form tersebut, saya akan melihat rata-rata harian konsumsi mereka apakah sudah memenuhi pola makan sehat dan seimbang. Kemudian, saya akan melihat hasil pengisian menu mingguan mereka, lalu memberikan umpan balik dan juga saran. Saya sudah terapkan di kelas 12 untuk mengisi. Dari rekapan siswa, saya bisa melihat kandungan makanan apa yang sudah tercukupi dan masih perlu ditambahkan untuk feedback.
Cara ini memang membutuhkan kejujuran siswa saat mengisi daftar menu mingguan mereka. Namun, dari kegiatan ini secara tidak langsung siswa akan selalu diingatkan untuk memenuhi nutrisi mereka dan menunggu umpan balik dari guru terkait makanan yang mereka makan.
Untuk sub materi gerak aktif, saya menerapkan pembelajaran berdiferensiasi yang dipadukan dengan Peer Tutoring. Saya akan ceritakan bagaimana saya menerapkan model tersebut dalam mempelajari materi passing dalam permainan bola voli. Awal pembelajaran, saya akan meminta siswa untuk memimpin pemanasan, kemudian saya akan memberikan penjelasan materi, dilanjutkan dengan mencontohkan gerakan passing yang benar. Siswa akan mempraktikkan gerakan yang sudah diajarkan dan saya akan mengamati kemampuan masing-masing siswa.
Hasil pengamatan tadi dijadikan sebagai diagnostik awal untuk mengetahui kesiapan belajar masing-masing. Setelah itu, siswa akan diberikan pembelajaran sesuai tingkat kemampuan masing-masing (Diferensiasi berdasarkan kesiapan belajar). Dari kelompok tadi, tentunya akan ada siswa yang sudah baik dalam mempraktikkan gerak. Sebagai apresiasi, siswa-siswa tersebut akan dijadikan sebagai tutor untuk teman-temannya. Siswa akan dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil sesuai jumlah siswa yang menjadi tutor. Di bawah pantauan saya, siswa-siswa tutor akan membantu teman-temannya yang kemampuan geraknya masih kurang untuk melakukan latihan. Siswa tutor membantu saya untuk memperbaiki gerak temannya yang masih belum benar dan memotivasi temannya melalui interaksi yang lebih santai karena tutur sejawat. Setelah Peer Tutoring dilakukan, saya akan melakukan asesmen formatif. Jika masih belum mencapai CP yang diharapkan, proses belajar dengan tutornya akan diulang dan diakhiri dengan asesmen sumatif, serta diakhiri dengan refleksi dan penutupan.
Setelah pembelajaran yang dilakukan menggunakan kedua model tersebut, siswa terlihat lebih aktif dan memiliki kesempatan gerak. Ada beberapa siswa yang berperan sebagai tutor awalnya malu, namun setelah beberapa waktu mereka lebih percaya diri. Beberapa siswa ketika diajari temannya masih belum yakin lalu mulai membuka diri karena kemampuan teman tutornya memang sudah baik dan dia merasa tertolong oleh teman tutornya. Karena diajari oleh teman sebayanya, siswa menjadi lebih rileks dan menikmati proses pembelajarannya dan santai ketika bertanya dan menggali materi yang ingin diketahui.
Baca Juga: International Literacy Day 2025: Promoting Literacy in The Digital Era
Perubahan
Setelah melakukan pembelajaran, saya bisa melihat perubahan yang cukup baik untuk mendorong terbentuknya gaya hidup sehat. Adapun perubahan yang terlihat adalah sebagai berikut:
- Siswa dapat memperhatikan makanan yang dimakan dari daftar menu mingguan yang dibuat.
- Siswa sadar akan makanan sehat dan seimbang karena akan diingatkan apa saja yang harus ada di piring mereka ketika makan.
Dalam pembelajaran pola gerak aktif:
- Siswa lebih aktif karena memiliki kesempatan gerak yang lebih banyak dibandingkan sebelumnya, sebab mereka dibagi menjadi kelompok kecil dan ada tutor yang akan membantu memperbaiki gerakan, yang artinya esensi PJOK dapat tercapai.
- Siswa lebih percaya diri karena kemampuannya mendapat pengakuan dan dapat membantu temannya untuk berkembang.
- Siswa yang menjadi tutor akan lebih menguasai materi yang dipraktikkan. Menurut saya, ketika berbagi ilmu akan mudah membekas di ingatan karena praktik secara nyata.
- Siswa aktif berkomunikasi dan banyak interaksi antar teman.
- Siswa belajar saling menghargai. Tutor menghargai temannya yang belum bisa, dan siswa yang belum bisa belajar menghargai temannya yang memberikan ilmu dan kebaikan.
- Siswa termotivasi untuk menjadi tutor, karena untuk siswa yang menjadi tutor biasanya akan saya berikan privilege yang disepakati misalkan istirahat lebih cepat, bebas piket alat olahraga dan tambahan poin. Selain itu pujian dari saya dan teman-temanya karena kemampuannya diakui baik.
Strategi ini baik digunakan untuk siswa yang memiliki beragam kebutuhan, namun kelemahan strategi ini, saya harus selalu aktif mengawasi ke setiap kelompok dan mengecek aktivitas mereka agar tetap fokus dengan tujuan pembelajarannya.
Artikel ini ditulis oleh Bu Heni Suharyani, edukator PJOK SMA Tumbuh. Temukan Bu Heni di media sosial: Instagram | LinkedIn
Ikuti kami di instagram: @tumbuh.highschool | @sekolahtumbuh | @smatumbuh